Desa Gengsi

23 May, 2013 § 3 Comments

Ada percakapan menarik di warkop angkringan jembatan MERR bareng teman kuliah perihal desa. Rekan teman saya (temannya teman) ini baru saja pulang dari rumah mertuanya di Blitar. Dia bercerita bahwa sangat ingin membuka usaha warung kopi mirip tempat kami nongkrong. Namun dia pesimis akan hal itu. Loh kenapa? Begitu tanya saya.

Di sana rupanya warung kopi macam giras (angkringan) kurang mendapat tempat. Di Blitar untuk usaha kuliner dan minuman lebih banyak berkonsep kafe-kafe gawul dengan tatanan interor minimalis. Kata rekan teman saya itu, orang-orang sana ingin terlihat mentereng dengan berkunjung ke kafe-kafean macam itu. Ada rasa gengsi jika harus nongkrong di warung semacam warkop Songo milik misua Tutut di Blitar. Padahal warung kopi giras seperti Warkop Songo di Surabaya pasti penuh pengunjung setiap malam sampai malam lagi.

Rupanya memang mirip dengan kota eh desa Jember, desa saya. Ya ya ya ya wong ndesa 😀


@angki
from my mozArt

§ 3 Responses to Desa Gengsi

  • okky says:

    Tapi selama warkop itu mampu menciptakan sepiring Indomie rebus yg pedes & enak, pasti anak kost pas-pasan macam saya sering berkunjung. Hidup Indomie rebus!

    ttd
    Anggota perkumpulan anak kost pecinta Indomie rebus.

  • ryan says:

    saya malah ingin buka di daerah rumah. saat ini memang adanya kafe-kafe gitu.
    tapi… saya lihat banyak yang mencari yang warkop, yang sediain indomie, bubur kacang hijau dan ketan hitam, telor setengah matang… kayaknya enak tuh. 😀

  • angki says:

    Hunny & Ryan : Di Blitar masalah utamanya tidak ada kos-kosan 😆

Leave a comment

What’s this?

You are currently reading Desa Gengsi at bukaningrat ™.

meta